Rabu, 11 Desember 2013

Masalah kepemudaan dan cara mereka bersosialisasi serta identitasnya sebagai pemuda yang sedang belajar di perguruan tinggi.



ILMU SOSIAL DASAR


                              Nama                           : Febi Ardianto
                              NPM                            : 32412847
                              Kelas                           : 2-ID08
                              Mata Kuliah                 : Ilmu Sosial Dasar



FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KALIMALANG

Masalah kepemudaan dan cara mereka bersosialisasi serta identitasnya sebagai pemuda yang sedang belajar di perguruan tinggi.

1.                  Pengertian Pemuda
Secara hukum pemuda adalah manusia yang berusia 15 – 30 tahun, secara biologis yaitu manusia yang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kedewasaan seperti adanya perubahan fisik, dan secara agama adalah manusia yang sudah memasuki fase aqil baligh yang ditandai dengan mimpi basah bagi pria biasanya pada usia 11 – 15 tahun dan keluarnya darah haid bagi wanita biasanya saat usia 9 – 13 tahun.
Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani berbagai macam – macam harapan, terutama dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, generasi yang mengisi dan melanjutkan estafet pembangunan.
Di dalam masyarakat, pemuda merupakan satu identitas yang potensial. Kedudukannya yang strategis sebagai penerus cita – cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan bangsanya.
Macam–macam pemuda dikaji dari perannya dalam masyarakat
1.   Jenis pemuda urakan
Yaitu pemuda yang tidak bermaksud untuk mengadakan perubahan–perubahan dalam masyarakat. Tidak ingin untuk mengadakan perubahan dalam kebudayaan, akan tetapi ingin kebebasan bagi dirinya sendiri, kebebasan untuk menentukan kehendak diri sendiri.
2.      Jenis pemuda nakal
Pemuda-pemuda ini tidak ingin, tidak berminat dan tidak bermaksud untuk mengadakan perubahan dalam masyarakat ataupun kebudayaan, melainkan berusaha memperoleh manfaat dari masyarakat dengan menggunakan tindakan yang mereka anggap menguntungkan dirinya tetapi merugikan masyarakat.
3.      Jenis Pemuda Radikal
Pemuda-pemuda radikal berkeinginan untuk mengadakan perubahan revolusioner. Mereka tidak puas, tidak bisa menerima kenyataan yang mereka hadapi dan oleh sebab itu mereka hadapi dan oleh sebab itu mereka berusaha baik secara lisan maupun tindakan rencana jangka panjang asal saja keadaan berubah sekarang juga.
4.      Jenis Pemuda Sholeh
Pemuda yang dalam setiap tingkah lakunya sehari – hari selalu berpegang teguh terhadap agamanya. Melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

2.         Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
  • Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
  • Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Bentuk-bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.

3.         Permasalahan Generasi Muda
Berbagai permasalahan generasi muda yang muncul pada saat ini antara lain :
1.      Dirasa menurunnya jiwa idealisme, patriotisme dan nasionalisme di kalangan masyarakat termasuk generasi muda.
2.      Kekurang pastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya.
3.      Belum seimbangnya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia, baik yang formal maupun non formal. Tingginya jumlah putus sekolah yang diakibatkan oleh berbagai sebab yang bukan hanya merugikan generasi muda sendiri, tetapi juga merugikan seluruh bangsa.
4.      Kurangnya lapangan kerja/kesempatan kerja serta tingginya tingkat pengangguran/setengah pengangguran di kalangan generasi muda dan mengakibatkan berkurangnya produktivitas nasional dan memperlambat kecepatan laju perkembangan pembangunan nasional serta dapat menimbulkan berbagai problem sosial lainnya.
5.      Kurangnya gizi yang dapat menyebabkan hambatan bagi perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan badan di kalangan generasi muda, hal tersebut disebabkan oleh rendahnya daya beli dan kuranguya perhatian tentang gizi dan menu makanan seimbang di kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah.
6.      Masih banyaknya perkawinan di bawah umur, terutama di kalangan masyarakat daerah pede saan.
7.      Pergaulan bebas yang membahayakan sendi-sendi perkawinan dan kehidupan keluarga.
8.      Meningkatnya kenakalan remaja termasuk penyalahgunaan narkotika.
9.      Belum adanya peraturan perundangan yang rnenyangkut generasi muda.

4.                  Cara Pemuda Bersosialisasi
Melalui proses sosialisasi, individu (pemuda) akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya dengan proses sosialisasi, individu menjadi tahu bagaimana is mesti bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Kepribadian seseorang melalui proses sosialisasi dapat terbentuk di mana kepribadian itu merupakan suatu komponen pemberi atau penyebab warna dari wujud tingkah laku sosial manusia, jadi dalam hal ini sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dalam hubungannya dengan sistem sosial. Dalam proses tersebut seorang individu dari masa anak-anak hingga dewasa belajar pola-pola tindakan dalam interaksi beraneka ragam atau macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap individu dalam masyarakat yang berbeda mengalami proses sosialisasi yang berbeda pula, karena proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Jadi sosialisasi dititik beratkan soal individu dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian (self) dan kepribadian seseorang terhadap diri sendiri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya.
Proses sosialisasi ini berarti tidak berhenti sampai pada keluarga, tapi masih ada lembaga lainnya. Cohen (1983) menyatakan bahwa lembaga­-lembaga sosialisasi yang terpenting ialah keluarga, sekolah, kelompok sebaya dan media masa. Dengan demikian sosialisasi dapat berlangsung secara formal ataupun informal. Secara formal, proses sosialisasi lebih teratur karena di dalamnya disajikan seperangkat ilmu pengetahuan secara teratur dan sistematis serta dilengkapi oleh perangkat norma yang tegas dan harus dipatuhi oleh setiap individu. Proses sosialisasi ini dilakukan secara sadar dan sengaja. Sedangkan yang informal, proses sosialisasi ini bersifat tidak sengaja, terjadinya ini bila seseorang individu mempelajari pola-pola keterampilan, norma atau perilaku melalui pengamatan informal terhadap interaksi orang lain.
Meskipun sosialisasi itu mungkin berbeda-beda dalam berbagai lembaga, kelompok maupun masyarakat, namun sasaran sosialisasi itu sendiri banyak memiliki kesamaan.
Tujuan pokok sosialisasi adalah :
1. Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
2. Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya.
3. Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipela jari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
4. Bertingkah laku selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan masyarakat umumnya.
Faktor lingkungan bagi pemuda dalam proses sosialisasi memegang peranan penting, karena dalam proses sosialisasi pemuda terus berlanjut dengan segala daya imitasi dan identitasnya. Pengalaman demi pengalaman akan diperoleh pemuda dari lingkungan sekelilingnya. Lebih-lebih pada masa peralihan dari masa muda menjelang dewasa, di mana sering terjadi konflik nilai, wadah pembinaan harus bersifat fleksibel, mampu dan mengerti dalam membina pemuda harus mematikan jiwa mudanya yang penuh dengan fasilitas hidup.

5.                  Identitas Pemuda di Perguruan Tinggi
Namun demikian tidak dapat disangkal bahwa kualitas sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses pembangunan. Hal ini karena manusia bukan semata-mata menjadi obyek pembangunan, tetapi sekaligus juga merupakan subyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan maka setiap orang harus terlibat secara aktif dalam proses pembangunan; sedangkan sebagai obyek, maka hasil pembangunan tersebut harus bisa dinikmati oleh setiap orang.
Disinilah terletak arti penting dari pendidikan sebagai upaya untuk terciptanya kualitas sumber daya manusia, sebagai prasarat utama dalam pembangunan. Suatu bangsa akan berhasil dalam pembangunannya secara `self propelling’ dan tumbuh menjadi bangsa yang maju apabila telah berhasil memenuhi minimum jumlah dan mutu (termasuk relevansi dengan pembangunan) dalam pendidikan penduduknya. Modernisasi Jepang agaknya merupakan contoh prototipe dalam hubungan ini.
Indonesia demikian pula menghadapi kenyataan untuk melakukan usaha keras “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dewasa ini sudah sekitar 80% dari usia Sekolah Dasar (6-12) tahun dapat ditampung oleh fasiltias pendidikan dasar yang ada. Persentase jumlah penduduk yang masih buta huruf diperkirakan sebagai 40%.
Tetapi masalah pendidikan bukan saja masalah pendidikan formal, tetapi pendidikan membentuk manusia-manusia membangun. Dan untuk itu diperlukan kebijaksanaan terarah dan ,terpadu di dalam menangani masalah pendidikan ini. Rendahnya produktivitas rata-rata penduduk, banyaknya jumlah pencari kerja, “Under utilized population”, kurangnya semangat keWiraswastaan, merupakan hal-hal yang memerlukan perhatian yang sungguh­sungguh.
Sebab hal itu semua akan berarti belum terlepasnya Indonesia dari belenggu keterbelakangan dan kemiskinan sebagaimana diharapkan pendidikan yang dapat mengembangkan semangat “inner will peningkatan kemampuan din dan bangsa” yang terpencar dalam pembangunan pendidikan mental, intelektuan dan profesional bagi seluruh penduduk dan pemuda Indonesia.
Sebagai satu bangsa yang menetapkan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan negara Indonesia, maka pendidikan nasional yang dibutuhkan adalah pendidikan dengan dasar dan dengan tujuan menurut Pancasila. Dalam implementasinya, pendidikan tersebut diarahkan menjadi pendidikan pembangunan, satu pendidikan yang akan membina ketahanan hidup bangsa, baik secara fisik maupun secara ideologis dan mental. Melalui pendidikan itu diharapkan bangsa Indonesia akan mampu membebaskan din dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan, melalui suatu alternatif pembangunan yang lebih baik, serta menghargai kemajuan yang antara lain bercirikan perubahan yang berkesinambungan.
Untuk itu maka diperlukan adanya perubahan-perubahan secara mendasar dan mendalam yang menyangkut persepsi, konsepsi serta norma-norma kependidikan dalam kaitannya dengan cita-cita bermasyarakat Pancasila. Dalam hal ini kiranya pemerintah telah cukup berhasil dalam menegakkan landasan­-landasan ideal serta landasan koseptual terhadap pembaruan pendidikan menuju sistem pendidikan nasional yang tepat arah dan tepatguna.
Bila dibandingkan dengan sektor-sektor pembangunan lainnya, sektor pendidikan termasuk sektor yang cukup pesat kemajuannya; kalau tidak dalam aspek kualitatif, sedikitnya dalam aspek kuantitatif, sektor tersebut telah mencapai hasil yang dapat dibanggakan. Pada saat ini bukan saja jumlah para remaja yang dapat ditampung dalam pendidikan formal melonjak tinggi, tetapi juga semakin besar jumlah dari mereka yang berkesempatan mendapatkan pendidikan non formal dengan berbagai keahlian dan keterampilan. Tidak berlebihan kiranya apabila prestasi keseluruhan ini dinilai sebagai suatu permulaan yang akan merupakan pra kondisi yang subur menuju terciptanya satu masyarakat belajar secara menyeluruhan.
Akan tetapi, tanpa mengecilkan arti dari semua yang telah dicapai selama ini; berbagai masalah telah timbul, yaitu masalah-masalah obyektif yang baru, yang tidak pernah ada sebelumnya.
Setidak-tidaknya dua faktor yang dapat kita amati sebagai faktor yang sangat penting dalam pembangunan dewasa ini : semakin banyaknya manusia yang membutuhkan pendidikan dan semakin bervariasinya mutu pendidikan yang diharapkan oleh mereka.
Walaupun pada saat ini sistem pendidikan mulai dikelola secara lebih terbuka dan memungkinkan diterapkannya inovasi teknologi serta perkembangan-perkembangan ilmu mutakhir, dan walaupun anggaran biaya­biaya kependidikan semakinhari semakin bertambah sehingga telah merupakan jumlah yang cukup besar dibandingkan dengan biaya pembinaan sektor lainnya, nampaknya persoalan yang tidak mudah diatasi.
Demokratisasi kependidikan, baik yang berjalan secara horizontal maupun yang bergerak ke arah vertikal, adalah masalah-masalah sehari-hari yang dihadapi pemerintah di dalam rangka mewujudkan cita-cita pemerataan pendidikan bagi seluruh warga negara di dalam konteks masyarakat keseluruhannya.
Dalam arti inilah, maka pembicaraan tentang generasi muda/pemuda, khususnya yang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi menjadi penting, karena berbagai alasan.
Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mereka memiliki pengetahuan yang luas tentang masyarakatnya, karena adanya kesempatan untuk terlibat di dalam pemikiran, pembicaraan serta penelitian tentang berbagai masalah yang ada dalam masyarakat. Kesempatan ini tidak dimiliki oleh generasi muda pemuda pada umumnya. Oleh karena itu, sungguh pun berubah-ubah, namun mahasiswa termasuk yang terkemuka di dalam memberikan perhatian terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat secara nasional.
Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama di bangku sekolah, maka mahasiswa mendapatkan proses sosialisasi terpanjang secara berencana, dibandingkan dengan generasi muda/pemuda lainnya. Melalui berbagai mata pelajaran seperti PMP, Sejarah dan Antropologi maka berbagai masalah kenegaraan, dan kemasyarakatan dapat diketahui.
Ketiga, mahasiswa yang berasal dari berbagai etnis dan suku bangsa dapat menyatu dalam bentuk terjadinya akulturasi sosial dan budaya. Hal ini akan memperkaya khasanah kebudayaannya, sehingga mampu melihat Indonesia secara keseluruhan.
Keempat, mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise di dalam masyarakat, dengan sendirinya merupakan elite di kalangan generasi muda/ pemuda, umumnya mempunyai latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan lebih baik dari keseluruhan generasi muda lainnya. Dan adalah jelas bahwa mahasiswa pada umumnya mempunyai pandangan yang lebih luas dan jauh ke depan serta keterampilan berorganisasi yang lebih baik di bandingkan dengan generasi muda lainnya.

6.                  Kesimpulan
Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani berbagai macam – macam harapan, terutama dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, generasi yang mengisi dan melanjutkan estafet pembangunan.
Pada saat ini, dimana kehidupan terasa sangat sulit untuk dijalani. Pemuda jug memiliki masalah tersendiri dalam kehidupannya. Banyak faktor yang mendalangi permasalahan pemuda saat ini. Permasalahan yang paling banyak dihadapi pemuda saat ini adalah kurangnya keyakinan pemuda tentang masa depannya. Yang menyebabka keinginan untuk berusaha atau berjuang lebih dari yang lain menjadi berkurang. Faktor fasilitas pun menjadi dalang permasalahn pemuda Indonesia saat ini. Fasilitas untuk dapat menampung semua aspirsai pemuda yang tidak ada batasnya dirasa tidak memadai untuk saat ini.
Melalui proses sosialisasi, individu (pemuda) akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya dengan proses sosialisasi, individu menjadi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya.
Sebagai satu bangsa yang menetapkan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan negara Indonesia, maka pendidikan nasional yang dibutuhkan adalah pendidikan dengan dasar dan dengan tujuan menurut Pancasila. Dalam implementasinya, pendidikan tersebut diarahkan menjadi pendidikan pembangunan, satu pendidikan yang akan membina ketahanan hidup bangsa, baik secara fisik maupun secara ideologis dan mental. Melalui pendidikan itu diharapkan bangsa Indonesia akan mampu membebaskan din dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan, melalui suatu alternatif pembangunan yang lebih baik, serta menghargai kemajuan yang antara lain bercirikan perubahan yang berkesinambungan.








Sumber :
Elearning.gunadarma.ac.id/…isd/bab4-pemuda_dan_sosialisasi.pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar